GRESIK- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkab Gresik menolak mengeluarkan rekomendasi penggunaan dana belanja Tak Terduga (BTT) untuk perbaikan SMPN 27 Gresik. BPBD menyebut jika kejadian runtuhnya atap akibat kurangnya perencanaan ketika pembangunan.
Kepala BPBD Gresik, Tarso Sagito mengatakan, runtuhnya atap bangunan yang baru berusia sekitar lima tahun itu kategori kerusakan biasa. Bukan diakibatkan bencana sehingga pihaknya keberatan mengeluarkan rekomendasi kejadian tersebut termasuk bencana yang perbaikannya bisa menggunakan anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) dalam APBD Gresik tahun 2021 seperti usulan dari Ketua DPRD Gresik, Much Abdul Qodir. “Bukan kondisi darurat, kemudian kejadian (atap atap SMPN 27 yang jebol-red) itu bukan karena bencana,” tegas Kepala BPBD Gresik, Tarso Sugito.
Dijelaskan, penggunaan dana BTT bisa melalui organisasi perangkat daerah (OPD) terkait sesuai dengan kewenangannya tetapi harus ada surat rekomendasi dari BPBD yang menerangkan bahwa kondisi darurat. Tarso memastikan enggan mengeluarkan surat tersebut karena bukan kategori bencana. “Saya pastikan tidak akan mengeluarkan surat tersebut,” tegasnya.
Alasannya, surat rekomendasi yang dikeluarkan khawatir menimbulkan persoalan baru. Apalagi ini berkaitan dengan anggaran yang sangat sensitif hukum.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan (Dispendik) Gresik pada tahun 2019 lalu, tercatat masih ada 380 ruang kelas yang membutuhkan perbaikan. Kekuatan APBD tak mampu menyelesaikan dalam waktu satu tahun anggaran.
Pelaksana Tugas (Plt) Dispendik Gresik S Hariyanto kepada wartawan mengatakan, perbaikan SMPN 27 sudah masuk dalam anggaran dana alokasi khusus (DAK) tahun 2022 nanti. Sehingga perbaikannya baru tahun depan. Untuk anggaran tahun 2022 nanti, pihaknya memastikan ada puluhan miliar untuk perbaikan ruang kelas. Baik dari DAK, maupun APBD. “Sebelum jebol, sekolah itu sudah masuk dalam daftar rencana perbaikan,”ujar dia.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Gresik Muhammad membenarkan apabila saat ini setidaknya masih 380 ruang kelas butuh perbaikan. Tim tersebut bisa membuat grand desain berapa sekolah yang rusak dengan masing-masing kategori. Misalnya, rusak ringan, rusak sedang hingga rusak berat. Begitu pula kebutuhan anggaran yang diperlukan akan bisa diketahui. “Memperbaiki sekolah ini, menjadi persoalan tahunan. Anggaran ada tidak mampu mencakup secara keseluruhan. Setiap tahunnya, anggaran untuk perbaikan ini berkisar Rp 50 miliar,” pungkas Muhammad. (fir/han)