31 C
Gresik
Tuesday, 28 March 2023

Risiko Kehamilan Ektopik Ancam Jiwa, Diagnosis Harus Cepat dan Tepat

GRESIK – Kehamilan Ektopik Terganggu adalah terjadinya abortus maupun rupture pada kehamilan dengan implantasi abnormal diluar kavum uteri. Salah satu faktor resikonya yaitu infeksi panggul atau operasi abdomen-pelvic sebelumnya, Kami melaporkan satu kasus kehamilan ektopik terganggu dengan riwayat appendectomy pada tuba kanan wanita 24 tahun hamil 6 minggu yang datang dengan keluhan nyeri seluruh lapang perut terutama perut kanan bawah. Pasien didiagnosis suspek kehamilan ektopik terganggu dengan tanda akut abdomen. Tanda akut abdomen ini dianalisis dengan pemeriksaan fisik, laboratorium maupun USG sehingga dicurigai kehamilan ektopik terganggu. Kemudian, pasien disegerakan menjalani tindakan operatif cito laparotomi dengan partial salpingektomi dextra. Didapatkan rupture kehamilan tuba pars ampullaris dextra.

Dari hasil kasus laporan tersebut, Kehamilan Ektopik sering terjadi  pada trimester pertama kehamilan yang merupakan kondisi yang berpotensi mengancam jiwa. Faktor resiko dari Kehamilan ektopik yakni riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, kerusakan tuba atau adhesi dari infeksi panggul atau operasi abdomen-pelvic sebelumnya, riwayat infertilitas, Fertilisasi in vitro (IVF) , bertambahnya usia ibu dan merokok. Namun, setengah dari wanita dengan kehamilan ektopik tidak memiliki faktor risiko yang dapat diidentifikasi.

Didapatkan salah satu faktor resiko terjadinya Kehamilan Ektopik yaitu riwayat appendectomy yang merupakan operasi abdomen-pelvic yang mungkin menyebabkan kerusakan tuba atau adhesi. Ada beberapa penelitian dengan hasil yang berbeda tentang hubungan antara riwayat appendectomy dengan terjadinya kehamilan ektopik. Pada penelitian Tarig Elraiyah et al dengan tinjauan systematic review dan meta-analysis menunjukkan bahwa appendectomy secara signifikan berhubungan dengan peningkatan risiko kehamilan ektopik. Dengan terbatasnya data, dihipotesiskan bahwa peradangan akibat appendicitis mungkin menjadi penyebab peningkatan risiko kehamilan ektopik di masa depan.

Baca Juga : Banyaknya Peminat Trans Jatim tidak Diiringi dengan Jumlah Armada

Pada penelitian oleh Farzana et al, menunjukkan bahwa riwayat appendectomy dan penyakit radang panggul sama – sama memiliki persentase yang jauh lebih tinggi dalam menyebabkan terjadinya Kehamilan Ektopik dibandingkan dengan kontrol (52.2% vs 47.8%) (p= <0.05). Hasil yang sama diungkapkan dari penelitian sebelumnya yang menunjukkan hubungan antara pelvic surgery seperti appendectomy dengan kehamilan ektopik, kemungkinan akibat adhesi peritoneal dan peritubal yang terjadi setelah operasi tersebut.

Gejala utama (Trias) Kehamilan ektopik adalah riwayat keterlambatan haid atau amenorrhea, yang diikuti perdarahan abnormal (60-80%), nyeri abdominal atau pelvik (95%). Gejala lain seperti mual, muntah, lemas, rasa penuh pada payudara, nyeri bahu, dan dispareunia. Selain itu pada pemeriksaan bisa didapatkan konjungtiva anemis, pelvic tenderness, nyeri goyang portio, pembesaran uterus, massa adneksa dan cavum douglas menonjol. Jika rupture sudah terjadi dapat menyebabkan gangguan Hemodinamik hingga terjadi syok. Kehamilan ektopik biasanya baru dapat ditegakkan pada usia kehamilan 6–8 minggu saat timbulnya gejala di atas. Pada pasien ini didapatkan semua trias gejala kehamilan ektopik, pada pemeriksaan juga didapatkan konjungtiva anemis, pelvic tenderness, nyeri goyang portio, massa adneksa kanan dan cavum douglas menonjol, serta terdapat gangguan hemodinamik yang menunjukkan kemungkinan adanya rupture.

Baca Juga : Hak Cuti Hamil dan Melahirkan Bagi Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit

Beberapa anomali, seperti keguguran, torsio ovarium, kista ovarium, acute appendicitis, batu ginjal dan penyakit radang panggul, memiliki gejala yang sama dengan kehamilan ektopik. Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik terdiri dari farmakologis dan nonfarmakologis (pembedahan). Pada pasien dengan dugaan atau konfirmasi kehamilan ektopik yang menunjukkan tanda-tanda Kehamilan Ektopik Terganggu (Ruptur Tuba Falopii) harus segera dilakukan intervensi bedah. Sedangkan pasien dengan Kehamilan Ektopik yang stabil dan tuba falopi yang terkena belum pecah, pilihan pengobatan dengan methotrexate (MTX) intramuscular yang merupakan pilihan linipertama, atau tindakan bedah dengan salpingostomi (pengangkatan kehamilan ektopik sambil meninggalkan tuba falopi di tempatnya) atau salpingektomi (pengangkatan sebagian atau seluruh tuba falopi yang terkena). 4 Pada pasien ini karena dicurigai sebagai kehamilan ektopik terganggu maka dilakukan Laparotomi dengan partial salpingektomi dextra. Perhatian utama setelah tatalaksana Kehamilan ektopik adalah risiko berulangnya Kehamilan ektopik dan fertilitas di masa depan. Patensi tuba dapat dievaluasi dengan histerosalpingografi (HSG), dilakukan segera 3 bulan setelah tatalaksana Kehamilan Ektopik pada fase pascamenstruasi (ketika tingkat beta-hCG menjadi negatif dan massa adneksa ekstraovarium menghilang pada USG transvaginal).

Dapat disimpulkan Kehamilan Ektopik Terganggu merupakan salah satu kegawatdaruratan yang mengancam nyawa. Diagnosis dan tatalaksana harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Wanita usia reproduksi yang datang dengan keluhan akut abdomen harus dicurigai sebagai Kehamilan Ektopik. Pemeriksaan HSG pasca Kehamilan Ektopik tidak rutin dilakukan, namun dapat dipertimbangkan dalam kasus risiko tertentu yang perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya Kehamilan Ektopik berulang dan patensi tubanya. (*)

GRESIK – Kehamilan Ektopik Terganggu adalah terjadinya abortus maupun rupture pada kehamilan dengan implantasi abnormal diluar kavum uteri. Salah satu faktor resikonya yaitu infeksi panggul atau operasi abdomen-pelvic sebelumnya, Kami melaporkan satu kasus kehamilan ektopik terganggu dengan riwayat appendectomy pada tuba kanan wanita 24 tahun hamil 6 minggu yang datang dengan keluhan nyeri seluruh lapang perut terutama perut kanan bawah. Pasien didiagnosis suspek kehamilan ektopik terganggu dengan tanda akut abdomen. Tanda akut abdomen ini dianalisis dengan pemeriksaan fisik, laboratorium maupun USG sehingga dicurigai kehamilan ektopik terganggu. Kemudian, pasien disegerakan menjalani tindakan operatif cito laparotomi dengan partial salpingektomi dextra. Didapatkan rupture kehamilan tuba pars ampullaris dextra.

Dari hasil kasus laporan tersebut, Kehamilan Ektopik sering terjadi  pada trimester pertama kehamilan yang merupakan kondisi yang berpotensi mengancam jiwa. Faktor resiko dari Kehamilan ektopik yakni riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, kerusakan tuba atau adhesi dari infeksi panggul atau operasi abdomen-pelvic sebelumnya, riwayat infertilitas, Fertilisasi in vitro (IVF) , bertambahnya usia ibu dan merokok. Namun, setengah dari wanita dengan kehamilan ektopik tidak memiliki faktor risiko yang dapat diidentifikasi.

Didapatkan salah satu faktor resiko terjadinya Kehamilan Ektopik yaitu riwayat appendectomy yang merupakan operasi abdomen-pelvic yang mungkin menyebabkan kerusakan tuba atau adhesi. Ada beberapa penelitian dengan hasil yang berbeda tentang hubungan antara riwayat appendectomy dengan terjadinya kehamilan ektopik. Pada penelitian Tarig Elraiyah et al dengan tinjauan systematic review dan meta-analysis menunjukkan bahwa appendectomy secara signifikan berhubungan dengan peningkatan risiko kehamilan ektopik. Dengan terbatasnya data, dihipotesiskan bahwa peradangan akibat appendicitis mungkin menjadi penyebab peningkatan risiko kehamilan ektopik di masa depan.

-

Baca Juga : Banyaknya Peminat Trans Jatim tidak Diiringi dengan Jumlah Armada

Pada penelitian oleh Farzana et al, menunjukkan bahwa riwayat appendectomy dan penyakit radang panggul sama – sama memiliki persentase yang jauh lebih tinggi dalam menyebabkan terjadinya Kehamilan Ektopik dibandingkan dengan kontrol (52.2% vs 47.8%) (p= <0.05). Hasil yang sama diungkapkan dari penelitian sebelumnya yang menunjukkan hubungan antara pelvic surgery seperti appendectomy dengan kehamilan ektopik, kemungkinan akibat adhesi peritoneal dan peritubal yang terjadi setelah operasi tersebut.

Gejala utama (Trias) Kehamilan ektopik adalah riwayat keterlambatan haid atau amenorrhea, yang diikuti perdarahan abnormal (60-80%), nyeri abdominal atau pelvik (95%). Gejala lain seperti mual, muntah, lemas, rasa penuh pada payudara, nyeri bahu, dan dispareunia. Selain itu pada pemeriksaan bisa didapatkan konjungtiva anemis, pelvic tenderness, nyeri goyang portio, pembesaran uterus, massa adneksa dan cavum douglas menonjol. Jika rupture sudah terjadi dapat menyebabkan gangguan Hemodinamik hingga terjadi syok. Kehamilan ektopik biasanya baru dapat ditegakkan pada usia kehamilan 6–8 minggu saat timbulnya gejala di atas. Pada pasien ini didapatkan semua trias gejala kehamilan ektopik, pada pemeriksaan juga didapatkan konjungtiva anemis, pelvic tenderness, nyeri goyang portio, massa adneksa kanan dan cavum douglas menonjol, serta terdapat gangguan hemodinamik yang menunjukkan kemungkinan adanya rupture.

Baca Juga : Hak Cuti Hamil dan Melahirkan Bagi Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit

Beberapa anomali, seperti keguguran, torsio ovarium, kista ovarium, acute appendicitis, batu ginjal dan penyakit radang panggul, memiliki gejala yang sama dengan kehamilan ektopik. Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik terdiri dari farmakologis dan nonfarmakologis (pembedahan). Pada pasien dengan dugaan atau konfirmasi kehamilan ektopik yang menunjukkan tanda-tanda Kehamilan Ektopik Terganggu (Ruptur Tuba Falopii) harus segera dilakukan intervensi bedah. Sedangkan pasien dengan Kehamilan Ektopik yang stabil dan tuba falopi yang terkena belum pecah, pilihan pengobatan dengan methotrexate (MTX) intramuscular yang merupakan pilihan linipertama, atau tindakan bedah dengan salpingostomi (pengangkatan kehamilan ektopik sambil meninggalkan tuba falopi di tempatnya) atau salpingektomi (pengangkatan sebagian atau seluruh tuba falopi yang terkena). 4 Pada pasien ini karena dicurigai sebagai kehamilan ektopik terganggu maka dilakukan Laparotomi dengan partial salpingektomi dextra. Perhatian utama setelah tatalaksana Kehamilan ektopik adalah risiko berulangnya Kehamilan ektopik dan fertilitas di masa depan. Patensi tuba dapat dievaluasi dengan histerosalpingografi (HSG), dilakukan segera 3 bulan setelah tatalaksana Kehamilan Ektopik pada fase pascamenstruasi (ketika tingkat beta-hCG menjadi negatif dan massa adneksa ekstraovarium menghilang pada USG transvaginal).

Dapat disimpulkan Kehamilan Ektopik Terganggu merupakan salah satu kegawatdaruratan yang mengancam nyawa. Diagnosis dan tatalaksana harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Wanita usia reproduksi yang datang dengan keluhan akut abdomen harus dicurigai sebagai Kehamilan Ektopik. Pemeriksaan HSG pasca Kehamilan Ektopik tidak rutin dilakukan, namun dapat dipertimbangkan dalam kasus risiko tertentu yang perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya Kehamilan Ektopik berulang dan patensi tubanya. (*)

Most Read

Berita Terbaru