GRESIK-Onikomikosis adalah infeksi kuku yang disebabkan oleh jamur dan melibatkan setiap komponen penyusun kuku (matriks, nail bed, plate). Prevalensi dari onikomikosis meningkat dalam 20 tahun terakhir, yang awalnya 2 persen hingga kini mencapai 14 persen. Peningkatan yang signifikan terutama pada populasi laki – laki dan lanjut usia. Onikomikosis di Indonesia memiliki prevalensi berkisar 3.5– 4.7 persen dari semua kasus dermatomikosis dengan Candida sp, Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes sebagai agen penyebab utama. Onikomikosis menyumbang 50 persen dari seluruh etiologi terjadinya onikodistrofi. Lesi yang menyebabkan onychocryptosis, hipertrofi kuku, atau onychogryphosis, menyebabkan gangguan fisik yang berujung pada penurunan kualitas hidup seseorang / quality of life (QoL). Komplikasi dari penyakit ini meningkat terutama pada pasien dengan kelemahan sistem imun dan diabetes, komplikasi tersebut dapat berupa infeksi bakteri, selulitis, dan ulkus.
Onikomikosis cenderung sulit untuk diobati karena tingginya potensi diseminasi pada kuku lain dan kulit sekitar, lambatnya pertumbuhan kuku, tingkat kepatuhan pasien yang rendah, rekurensi, dan minimnya cara yang efektif untuk penetrasi obat menembus ke dalam kuku.
Obat oral yang paling umum digunakan sebagai terapi onikomikosis adalah antifungal dari golongan allylamine dan azole. Namun demikian, antifungal oral memiliki potensi yang cukup signifikan untuk menyebabkan terjadinya interaksi obat dan hepatotoksisitas, sehingga tidak aman untuk dikonsumsi pada sebagian pasien onikomikosis berusia lanjut.
Terapi topikal memiliki efektivitas yang rendah melawan ragi dan dermatofita Sulitnya penetrasi obat melewati nail plate yang tebal, mempengaruhi efektivitas klinis, mengakibatkan penurunan kinerja obat secara keseluruhan. Sehingga, terapi topikal umumnya hanya direkomendasikan pada kasus onikomikosis ringan – sedang. Namun, terapi topikal terkini berhasil menunjukan perbaikan tingkat mycological cure pada onikomikosis. Karena minimnya afinitas terhadap keratin dan rendahnya tegangan permukan dari larutan, efinaconazole 10 persen mampu berpenetrasi pada nail plate lebih baik dan secara selektif menarget jamur pathogen.
KKN UMG Gelar Pemeriksaan Kesehatan Lansia di Kawisanyar
Beberapa pasien mencari intervensi medis untuk mengobati onikomikosis dengan tujuan kosmetik. Studi menunjukkan sebanyak >90% kuku penderita mengalami kerusakan. Meskipun terapi telah dinyatakan berhasil, dibutuhkan waktu berbulan – bulan pada kuku yang mengalami distrofi untuk tampak kembali normal. Pasien terkadang mengoleskan cat kuku untuk menutupi tampilan dari kuku yang rusak, bila tidak disertai terapi yang efektif, hal tersebut dapat memperburuk kondisi kuku pasien. Penetrasi efinaconazole menembus lapisan kuku yang menggunakan cat kukudibandingkan dengan tanpa cat kuku, secara statistik tidak berbeda signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa cat kuku tidak berpengaruh pada proses resapan dari larutan efinaconazole, walaupun pengolesan efinaconazole dapat merusak tampilan dari cat kuku
Baru – baru ini, FDA telah mengeluarkan izin penggunaan laser neodimium-doped yttrium aluminum garnet (Nd:YAG) untuk mengobati onikomikosis. Nd:YAG laser bekerja sebagai energi termal yang diserap oleh air, menyebabkan terbentuknya panas dalam jumlah besar untuk menghancurkan target. Beberapa studi telah menemukan bahwa laser dapat bekerja efektif dengan atau tanpa dikombinasikan dengan antifungal topikal.
Sinergi dari kombinasi kedua terapi dapat saling melengkapi mekanisme kerja masing – masing, dimana efinaconazole bekerja menginhibisi komponen structural jamur dan laser menginduksi pemanasan dalam jumlah besar yang tidak hanya menghancurkan target namun juga meningkatkan mikrosirkulasi yang mampu meningkatkan absorpsi antifungal topikal. Mayoritas penelitian melaporkan efikasi terapi pada kasus OSDL ringan – sedang.
Namun demikian, penggunaan efinaconazole dalam praktik klinis dapat diberikan pada kasus yang lebih berat (kerusakan kuku secara klinis >50%). Walaupun terapi oral masih menjadi standar terapi pada onikomikosis berat, penggunaan modalitas terapi ini masih dibatasi oleh kemungkinan interaksi obat, resiko efek samping (cedera hepar akut), serta penggunaannya pada lanjut usia dengan penyakit komorbid. Sebuah penelitian multisenter, single arm melaporkan bahwa efinaconazol memiliki peluang sebagai terapi terbaru untuk mengobati kasus onikomikosis berat.
Jumat Curhat, Polda Jatim Cek Kesehatan Penumpang Pelabuhan Gresik
Kesimpulan umum yang dapat ditarik dari seluruh penelitian yang diinklusi ke dalam tinjauan sistematis ini adalah larutan efinaconazole 10% bekerja dengan baik sebagai pilihan terapi onikomikosis pada pasien dewasa. Prevalensi onikomikosis yang tinggi pada pasien lanjut usia, menjadikan efinaconazole solusi terapi alternatif yang efektif untuk menghindari munculnya efek samping dari interaksi obat dan hepatotoksisitas yang dapat disebabkan oleh terapi antifungal oral. Antifungal topikal memiliki kelebihan dibandingkan dengan obat antifungal oral. Profil efek samping dan resiko interaksi obat yang lebih rendah menjadikan modalitas terapi ini mendapat perhatian sebagai terapi alternatif pilihan. Menemukan obat antifungal topikal dengan komponen maupun formulasi khusus yang mampu meningkatkan penetrasi obat ke dalam kuku menjadi salah satu tantangan terbesar untuk meningkatkan efektivitas terapi topikal. Onikomikosis, mengidentifikasi efikasi dan potensi obat tersebut sebagai terapi topikal onikomikosis yang dinilai dari tingkat kesembuhan mikologis, klinis, maupun keduanya. (*)