GRESIK – Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial & Ports Estate (JIIPE) di Gresik selama ini digadang-gadang akan menyumbang pendapatan besar bagi daerah. Namun nyatanya hingga kini masih minim.
Kondisi ini mendapat perhatian kalangan DPRD Gresik. Mereka memanggil manajemen JIIPE untuk menjelaskan perkembangan bisnis dan potensi pendapatan dari kawasan itu.
KETUA Komisi I DPRD Gresik, Jumanto menuturkan, dari pertemuan itu diketahui dari total lahan yang dimiliki JIIPE 1.328 hektar baru 956,91 hektar yang sudah bersetifikat. Sementara sisanya belum.
“Itu dari total 1328 hektare yang dikuasai, sedangkan maunya JIIPE membebaskan 2.161 hektare,” ujar dia usau hearing, Senin (1/10/2021).
Dari luasan itu, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang masuk ke Kas Daerah, sejak 2014 hingga sekarang hanya Rp 132 miliar dan Rp 58 miliar.
“Itu yang kita kejar dari sisa tanah yang belum dikuasai, Sementara Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) masih 25 persen (yang masuk),” beber Jumanto.
Anggota DPRD lain dari Komisi satu, Syahrul Munir mendesak kepada manajemeb JIIPE untuk segera menyelesaikan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi Bangunan (SPPT PBB) yang diketahui menunggak.
“Selain itu kami juga meminta pihak manajemen JIIPE untuk menggunakan mitra galian C yang berizin untuk memadatkan tanah,” ujar politisi PKB itu.
Terkait temuan ini, Mifti Haris, Humas PT BMKS, Pengelola JIIPE mengaku belum mendapat informasi atas temuan DPRD Gresik. Sebab dalam pertemuan dengan DPRD Gresik dirinya tidak ikut. Namun dia berjanji akan mengklarifikasi temuan tersebut. (*/rof)