24 C
Gresik
Saturday, 1 April 2023

Kisah Relawan Pemulasaran Jenazah Covid-19, Rela Jauh dari Keluarga

GRESIK – Demi kemanusian relawan pemulasaran jenazah Covid-19 benar-benar harus mewakafkan dirinya. Selain rentan tertular, mereka harus rela berada jauh dari orang yang disayanginya. Hal ini seperti yang dialami Juliati.

Rasa takut itu tidak meredupkan rasa kemanusiaan Juliati. Perempuan yang juga aktivis Muslimat NU Gresik itu menyerahkan dirinya untuk membantu rumah sakit dalam pemulasaran jenazah.

Tingginya angka kematian Covid-19 membuatnya terpanggil meski tidak bukan berlatar belakang tenaga kesehatan. Namun, dia punya bekal untuk memandikan jenazah. Memandikan, mengkafani dan memasukan jenazah ke peti kini menjadi pekerjaan sehari-hari.

Juliati mengatakan dalam sepekan ini, dirinya bersama relawan yang lainya bekerja selama lima hari. Dua hari libur. Setiap tiga hari sekali dilakukan swab antigen untuk memastikan kondisi para relawan.

“Sekarang saya puasa gak boleh gendong atau dekat cucuku. Ini berat sebenarnya, tapi mau bagiamana. Karena sekarang saya relawan,” ujarnya.

Juliati mengungkapkan dirinya sempat dibuat kaget dengan banyaknya jenazah pada hari pertama menjadi relawan. Jenazah berjejer seperti mengantre untuk mendapat giliran disentuh petugas. Jumlah jenazah itu tak sebanding dengan petugas di sana. Karena itu dia akhirnya yakin, bahwa tenaganya sangat dibutuhkan demi kemanusiaan.

“Kami berada di tempat yang tepat. Tempat yang memang membutuhkan bantuan,” ungkapnya.

Juliati menjelaskan sebagai relawan pemulasaran yang direkrut Pemkab Gresik, dirinya punya beberapa tugas. Antara lain, mengambil jenazah dari ruangan, membersihkan najis-najis yang dikeluarkan jenazah, dari semua lubang tubuh. Kemudian memandikan jenazah, mendisinfektan, mengkafani hingga memasukkan ke dalam peti.

“Saya sudah terbiasa merawat jenazah di kampungnya. Bahkan dengan alat pelindung diri (APD) seadanya dan Saya merasa rugi apabila punya pengetahuan dan keahlian tapi tidak bisa mengaplikasikan karena tidak punya APD. Tidak ikut membantu,” jelasnya.

Juliati juga menuturkan ketika Pemkab Gresik membuka pendaftaran melalui media sosial. Perempuan berhijab ini langsung terpanggil. Dia meminta restu ke anak-anaknya. Penolakan keras datang dari anak kedua. Melarang keras, karena lebih sayang dengan kondisinya sebagai seorang ibu dan berusaha memberikan pemahaman dari hati ke hati, suami dan tiga anaknya menyetujui.

“Saya katakan pada anak, suami dan anak saya yang sudah berkeluarga. Ibu butuh amalan, bekal kepada Allah. Kalian boleh tidak mengizinkan ibu karena sayang.  Tapi yang menentukan sakit semua Allah. Meskipun kita tidak mati karena Covid-19, karena setiap orang hidup pasti akan mati. Akhirnya kemantapan Saya,  suami, dan anak-anak kemudian menyetujui. Demi amal saleh saya semasa hidup bekal di akhirat ,”pungkasnya. (yud/rof)

GRESIK – Demi kemanusian relawan pemulasaran jenazah Covid-19 benar-benar harus mewakafkan dirinya. Selain rentan tertular, mereka harus rela berada jauh dari orang yang disayanginya. Hal ini seperti yang dialami Juliati.

Rasa takut itu tidak meredupkan rasa kemanusiaan Juliati. Perempuan yang juga aktivis Muslimat NU Gresik itu menyerahkan dirinya untuk membantu rumah sakit dalam pemulasaran jenazah.

Tingginya angka kematian Covid-19 membuatnya terpanggil meski tidak bukan berlatar belakang tenaga kesehatan. Namun, dia punya bekal untuk memandikan jenazah. Memandikan, mengkafani dan memasukan jenazah ke peti kini menjadi pekerjaan sehari-hari.

-

Juliati mengatakan dalam sepekan ini, dirinya bersama relawan yang lainya bekerja selama lima hari. Dua hari libur. Setiap tiga hari sekali dilakukan swab antigen untuk memastikan kondisi para relawan.

“Sekarang saya puasa gak boleh gendong atau dekat cucuku. Ini berat sebenarnya, tapi mau bagiamana. Karena sekarang saya relawan,” ujarnya.

Juliati mengungkapkan dirinya sempat dibuat kaget dengan banyaknya jenazah pada hari pertama menjadi relawan. Jenazah berjejer seperti mengantre untuk mendapat giliran disentuh petugas. Jumlah jenazah itu tak sebanding dengan petugas di sana. Karena itu dia akhirnya yakin, bahwa tenaganya sangat dibutuhkan demi kemanusiaan.

“Kami berada di tempat yang tepat. Tempat yang memang membutuhkan bantuan,” ungkapnya.

Juliati menjelaskan sebagai relawan pemulasaran yang direkrut Pemkab Gresik, dirinya punya beberapa tugas. Antara lain, mengambil jenazah dari ruangan, membersihkan najis-najis yang dikeluarkan jenazah, dari semua lubang tubuh. Kemudian memandikan jenazah, mendisinfektan, mengkafani hingga memasukkan ke dalam peti.

“Saya sudah terbiasa merawat jenazah di kampungnya. Bahkan dengan alat pelindung diri (APD) seadanya dan Saya merasa rugi apabila punya pengetahuan dan keahlian tapi tidak bisa mengaplikasikan karena tidak punya APD. Tidak ikut membantu,” jelasnya.

Juliati juga menuturkan ketika Pemkab Gresik membuka pendaftaran melalui media sosial. Perempuan berhijab ini langsung terpanggil. Dia meminta restu ke anak-anaknya. Penolakan keras datang dari anak kedua. Melarang keras, karena lebih sayang dengan kondisinya sebagai seorang ibu dan berusaha memberikan pemahaman dari hati ke hati, suami dan tiga anaknya menyetujui.

“Saya katakan pada anak, suami dan anak saya yang sudah berkeluarga. Ibu butuh amalan, bekal kepada Allah. Kalian boleh tidak mengizinkan ibu karena sayang.  Tapi yang menentukan sakit semua Allah. Meskipun kita tidak mati karena Covid-19, karena setiap orang hidup pasti akan mati. Akhirnya kemantapan Saya,  suami, dan anak-anak kemudian menyetujui. Demi amal saleh saya semasa hidup bekal di akhirat ,”pungkasnya. (yud/rof)

Most Read

Berita Terbaru