28.9 C
Gresik
Thursday, 8 June 2023

Ramadan Jadi Momentum Cegah Kekerasan Anak

GRESIK – Selamat datang, Ramadan. Puasa mendidik pribadi-pribadi untuk menumbuhkan jiwa kasih sayang dan tali cinta. Orang yang berpuasa, jiwanya dibersihkan dari kekerasan hati dan kesombongan, diganti dengan perangai yang lembut, halus, dan tawadhu. Apabila ada atau tidaknya Ramadan tidak memperkuat karakter ramah anak dalam diri orang dewasa di sekitar anak, orang tua kepada putra-putrinya, guru kepada siswanya, itu tanda kegagalan.

Bulan Ramadan merupakan bulan kasih sayang. Di bulan ini, Allah melimpahkan hamba-hamba-Nya dengan kasih sayang ekstra. Karena itu, momentum bulan Ramadan menjadi ajang untuk menanam benih kasih sayang terhadap orang-orang yang paling lemah di tataran masyarakat, utamanya dari korban rentan yaitu anak. Rasa cinta orang dewasa terhadap anak seharusnya bertambah. Jika cinta jenis ini tidak bertambah sesudah bulan suci ini, berarti orang dewasa perlu segera introspeksi.

Sepekan jelang Ramadan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KPPPA RI) menyambut baik Rancangan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP). I Gusti Ayu Bintang Darmawati yang juga dikenal sebagai Bintang Puspayoga—Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak—telah memperkuat komitmen bersama Nadiem Anwar Makarim—Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi—dalam pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan.

Baca Juga : Ada Apa Dengan Rhoma Irama, Dangdut, Dan Deep Purple?

Kebijakan ini merupakan langkah konkret dan gerak cepat dari Mendikbudristek beserta jajaran dalam menyelesaikan permasalahan kekerasan di satuan pendidikan. Melalui peraturan ini, isu kekerasan di satuan pendidikan tidak hanya diselesaikan di hilirnya saja, tetapi juga diatur mengenai pencegahan di hulu. Akan lebih baik lagi jika ada sinergi dan kolaborasi dalam mengimplementasikan kebijakan PPKSP, salah satunya pengintegrasian data kekerasan melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) yang telah diinisiasi oleh KPPPA.

Terobosan ini tentunya memperkuat regulasi terkait pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan yang sebelumnya telah diatur dalam Permendikbud No. 82 Tahun 2015. Harapannya, ini menjadi sinyal kuat dan pertama kalinya dalam sejarah Indonesia bahwa pemerinntah telah mengambil posisi yang jelas untuk memastikan keamanan dan kenyamanan semua komunitas dalam pendidikan Indonesia.

Lalu, apa peran kecil kita untuk turut mendukung kebijakan pemerintah di atas? Menguatkan karakter ramah anak di bulan Ramadan kiranya menjadi momentum yang tak bisa kita lewatkan begitu saja. Sebagai orang tua, aktivitas mengakhiri pekerjaan lebih awal dari jam kerja normal agar bisa berada di rumah lebih awal bersama anak tentu menjadi salah satu media terbaik untuk lebih dekat dengan anak. Menyiapkan menu berbuka puasa bersama anak, duduk bersama di meja makan saat sahur dan berbuka, dapat menjadi sarana diskusi hangat antara orang tua dan putra-putrinya. Membersamai anak-anak tarawih dan tadarus, dapat juga dijadikan momen dimulainya persahabatan orang tua dan anak.

Keutamaan Ramadan untuk menjaga amarah menjadikan orang dewasa di sekitar anak mau dan mampu untuk mendengarkan efektif. Tidak sebatas melarang kemmudian memarahi anak karena pengaruh buruk sekularisme utamanya terhadap anak usia remaja. Namun, lebih kepada menggantinya dengan kebahagiaan dengan membuat komitmen bersama antara orang tua dan anak dengan niatan untuk meraih derajat takwa bersama seluruh anggota keluarga, termasuk anak remaja mereka.

Ramadan ramah anak tentu tidak hanya diharapkan ada di rumah, tetapi juga di sekolah. Guru dan pegawai di lingkungan sekolah yang terlabeli sebagai orang dewasa di sekitar anak tentu memiliki peran penting dalam mewujudkan suasana Ramadan ramah anak. Status orang tua dan anak, guru dan siswa, diharapkan tak hanya terbatas pada peran orang tua mencari nafkah untuk membiayai anak dan peran anak untuk sekolah dan meminta nafkah dari orang tua. Juga tak hanya terbatas pada peran guru memberi ilmu di kelas dalam batas jam pelajaran dan peran anak menerima ilmu dan mengerjakan tugas yang diberikan. Menjadi sahabat anak baik di rumah maupun di sekolah dapat memudahkan aksesibilitas orang dewasa dalam menggali akar masalah dan mencari solusi yang mengutamakan kepentingan terbaik anak.

Baca Juga : Pengacara Gresik Ini Nilai Vonis Mati Langgar Hak Asasi Manusia

Di akhir Ramadan, memberikan teladan pada anak-anak dalam menunaikan zakat juga dapat membangun rasa empati anak terhadap sesamanya. Beberapa golongan penerima zakat diantaranya fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharim, fisabilillah, dan ibnu sabil kiranya perlu dicermati kembali khususnya bagi orang dewasa yang berperan sebagai penyalur zakat baik zakat fitrah maupun zakat maal. Kekerasan seksual anak kiranya dapat dikategorikan sebagai riqab masa kini. Apalagi, anak yang menjadi korban kekerasan ini termasuk dalam penyakit yang tidak ditanggung BPJS. Lalu, siapa yang akan peduli terhadap kesembuhan mereka? Maka, zakat untuk korban kekerasan seksual yang digaungkan oleh Yuliati Muthmainnah sejak 2022 lalu kiranya dapat dijadikan motivasi bagi kita untuk mengajak orang-orang di sekitar agar gemar berzakat.

Mari bersama belajar dan menggembleng diri menjadi pribadi ramah anak selama bulan Ramadan ini. Selepasnya nanti, adalah bulan pembuktian. Kita buktikan bahwa gemblengan diri kita selama 1 bulan Ramadan berhasil menjadikan diri kita sebagai pribadi ramah anak di 11 bulan berikutnya. Ketika anak melakukan kesalahan di bulan Ramadan ini, berhentilah menyalahkan anak. Ikuti alur segitiga restitusinya. Hilangkan labelisasi, lakukan tabayun atau klarifikasi, jadilah pendengar aktif untuk memahami dan empati terhadap situasi yang sedang dialami anak saat itu, tidak denial, apalagi menganggapnya sebagai aib.

Semangat hadirkan Ramadan ramah anak. (*)

GRESIK – Selamat datang, Ramadan. Puasa mendidik pribadi-pribadi untuk menumbuhkan jiwa kasih sayang dan tali cinta. Orang yang berpuasa, jiwanya dibersihkan dari kekerasan hati dan kesombongan, diganti dengan perangai yang lembut, halus, dan tawadhu. Apabila ada atau tidaknya Ramadan tidak memperkuat karakter ramah anak dalam diri orang dewasa di sekitar anak, orang tua kepada putra-putrinya, guru kepada siswanya, itu tanda kegagalan.

Bulan Ramadan merupakan bulan kasih sayang. Di bulan ini, Allah melimpahkan hamba-hamba-Nya dengan kasih sayang ekstra. Karena itu, momentum bulan Ramadan menjadi ajang untuk menanam benih kasih sayang terhadap orang-orang yang paling lemah di tataran masyarakat, utamanya dari korban rentan yaitu anak. Rasa cinta orang dewasa terhadap anak seharusnya bertambah. Jika cinta jenis ini tidak bertambah sesudah bulan suci ini, berarti orang dewasa perlu segera introspeksi.

Sepekan jelang Ramadan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KPPPA RI) menyambut baik Rancangan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP). I Gusti Ayu Bintang Darmawati yang juga dikenal sebagai Bintang Puspayoga—Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak—telah memperkuat komitmen bersama Nadiem Anwar Makarim—Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi—dalam pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan.

-

Baca Juga : Ada Apa Dengan Rhoma Irama, Dangdut, Dan Deep Purple?

Kebijakan ini merupakan langkah konkret dan gerak cepat dari Mendikbudristek beserta jajaran dalam menyelesaikan permasalahan kekerasan di satuan pendidikan. Melalui peraturan ini, isu kekerasan di satuan pendidikan tidak hanya diselesaikan di hilirnya saja, tetapi juga diatur mengenai pencegahan di hulu. Akan lebih baik lagi jika ada sinergi dan kolaborasi dalam mengimplementasikan kebijakan PPKSP, salah satunya pengintegrasian data kekerasan melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) yang telah diinisiasi oleh KPPPA.

Terobosan ini tentunya memperkuat regulasi terkait pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan yang sebelumnya telah diatur dalam Permendikbud No. 82 Tahun 2015. Harapannya, ini menjadi sinyal kuat dan pertama kalinya dalam sejarah Indonesia bahwa pemerinntah telah mengambil posisi yang jelas untuk memastikan keamanan dan kenyamanan semua komunitas dalam pendidikan Indonesia.

Lalu, apa peran kecil kita untuk turut mendukung kebijakan pemerintah di atas? Menguatkan karakter ramah anak di bulan Ramadan kiranya menjadi momentum yang tak bisa kita lewatkan begitu saja. Sebagai orang tua, aktivitas mengakhiri pekerjaan lebih awal dari jam kerja normal agar bisa berada di rumah lebih awal bersama anak tentu menjadi salah satu media terbaik untuk lebih dekat dengan anak. Menyiapkan menu berbuka puasa bersama anak, duduk bersama di meja makan saat sahur dan berbuka, dapat menjadi sarana diskusi hangat antara orang tua dan putra-putrinya. Membersamai anak-anak tarawih dan tadarus, dapat juga dijadikan momen dimulainya persahabatan orang tua dan anak.

Keutamaan Ramadan untuk menjaga amarah menjadikan orang dewasa di sekitar anak mau dan mampu untuk mendengarkan efektif. Tidak sebatas melarang kemmudian memarahi anak karena pengaruh buruk sekularisme utamanya terhadap anak usia remaja. Namun, lebih kepada menggantinya dengan kebahagiaan dengan membuat komitmen bersama antara orang tua dan anak dengan niatan untuk meraih derajat takwa bersama seluruh anggota keluarga, termasuk anak remaja mereka.

Ramadan ramah anak tentu tidak hanya diharapkan ada di rumah, tetapi juga di sekolah. Guru dan pegawai di lingkungan sekolah yang terlabeli sebagai orang dewasa di sekitar anak tentu memiliki peran penting dalam mewujudkan suasana Ramadan ramah anak. Status orang tua dan anak, guru dan siswa, diharapkan tak hanya terbatas pada peran orang tua mencari nafkah untuk membiayai anak dan peran anak untuk sekolah dan meminta nafkah dari orang tua. Juga tak hanya terbatas pada peran guru memberi ilmu di kelas dalam batas jam pelajaran dan peran anak menerima ilmu dan mengerjakan tugas yang diberikan. Menjadi sahabat anak baik di rumah maupun di sekolah dapat memudahkan aksesibilitas orang dewasa dalam menggali akar masalah dan mencari solusi yang mengutamakan kepentingan terbaik anak.

Baca Juga : Pengacara Gresik Ini Nilai Vonis Mati Langgar Hak Asasi Manusia

Di akhir Ramadan, memberikan teladan pada anak-anak dalam menunaikan zakat juga dapat membangun rasa empati anak terhadap sesamanya. Beberapa golongan penerima zakat diantaranya fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharim, fisabilillah, dan ibnu sabil kiranya perlu dicermati kembali khususnya bagi orang dewasa yang berperan sebagai penyalur zakat baik zakat fitrah maupun zakat maal. Kekerasan seksual anak kiranya dapat dikategorikan sebagai riqab masa kini. Apalagi, anak yang menjadi korban kekerasan ini termasuk dalam penyakit yang tidak ditanggung BPJS. Lalu, siapa yang akan peduli terhadap kesembuhan mereka? Maka, zakat untuk korban kekerasan seksual yang digaungkan oleh Yuliati Muthmainnah sejak 2022 lalu kiranya dapat dijadikan motivasi bagi kita untuk mengajak orang-orang di sekitar agar gemar berzakat.

Mari bersama belajar dan menggembleng diri menjadi pribadi ramah anak selama bulan Ramadan ini. Selepasnya nanti, adalah bulan pembuktian. Kita buktikan bahwa gemblengan diri kita selama 1 bulan Ramadan berhasil menjadikan diri kita sebagai pribadi ramah anak di 11 bulan berikutnya. Ketika anak melakukan kesalahan di bulan Ramadan ini, berhentilah menyalahkan anak. Ikuti alur segitiga restitusinya. Hilangkan labelisasi, lakukan tabayun atau klarifikasi, jadilah pendengar aktif untuk memahami dan empati terhadap situasi yang sedang dialami anak saat itu, tidak denial, apalagi menganggapnya sebagai aib.

Semangat hadirkan Ramadan ramah anak. (*)

Most Read

Berita Terbaru