29.9 C
Gresik
Saturday, 1 April 2023

Proyek Pemecah Gelombang Diprotes Warga

GRESIK – Warga Desa Campurejo, Kecamatan Panceng mempertanyakan proyek pemecah gelombang milik pemerintah desa. Pasalnya, proyek tersebut lebih mirip tambak ikan dari pada talud penahan gelombang.

Selain itu warga juga mempertanyakan legalitas proyek tersebut. Sebab, proyek yang menggunakan anggaran desa sebesar Rp 50 juta tersebut dibangun di lahan milik pribadi.

“Pernah tanya ini mau dipakai apa, yang saya tahu ini lahan milik pribadi. Ini katanya pemecah gelombang tapi mirip dengan tambak,” kata Khamim salah satu warga setempat.

Khamim yang juga berprofesi sebagai nelayan itu mempertanyakan kebijakan kepala desa. Sebab, saat pembangunan ia bersama nelayan lain tak dilibatkan baik sosialisasi maupun perencanaan.

Padahal kata Khamim, jika niat membangun penahan ombak seharusnya tidak demikian. Harus melalui perencanaan yang jelas serta dengan kajian matang sehingga bermanfaat. “Bahkan saya dan nelayan lain juga gak tahu untuk apa,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Desa Campurejo Amudi ketika dikonfirmasi mengatakan jika proyek pembangunan pemecah gelombang di Dusun Rejodadi itu sesuai dengan perencanaan. Hal ini mengacu pada hasil jaring aspirasi masyarakat khususnya masyarakat nelayan.

“Yang jadi masalah pembangunan penangkis gelombang itu melingkar dan di ujung utara ada pintu keluar masuk perahu. Tahap awal melalui dana desa dibangun diatas tanah milik nelayan sebelah timur. Kebetulan berbatasan dengan kepunyaan warga kami,” terangnya.

Agar tidak terkesan bangunan itu menyatu dengan proyek desa, ungkap Amudi meminta warga tersebut untuk membuat tanggul tersendiri sebagai pemisah. Dan, mulai kemarin sampai sekarang sedang proses pembuatan tanggul baru untuk pemisah atau kepemilikannya.

“Supaya jelas batas kepemilikanya. Juga agak tidak ada salah tafsir penilaian masyarakat,” tambah Amudi. (yud/rof)

GRESIK – Warga Desa Campurejo, Kecamatan Panceng mempertanyakan proyek pemecah gelombang milik pemerintah desa. Pasalnya, proyek tersebut lebih mirip tambak ikan dari pada talud penahan gelombang.

Selain itu warga juga mempertanyakan legalitas proyek tersebut. Sebab, proyek yang menggunakan anggaran desa sebesar Rp 50 juta tersebut dibangun di lahan milik pribadi.

“Pernah tanya ini mau dipakai apa, yang saya tahu ini lahan milik pribadi. Ini katanya pemecah gelombang tapi mirip dengan tambak,” kata Khamim salah satu warga setempat.

-

Khamim yang juga berprofesi sebagai nelayan itu mempertanyakan kebijakan kepala desa. Sebab, saat pembangunan ia bersama nelayan lain tak dilibatkan baik sosialisasi maupun perencanaan.

Padahal kata Khamim, jika niat membangun penahan ombak seharusnya tidak demikian. Harus melalui perencanaan yang jelas serta dengan kajian matang sehingga bermanfaat. “Bahkan saya dan nelayan lain juga gak tahu untuk apa,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Desa Campurejo Amudi ketika dikonfirmasi mengatakan jika proyek pembangunan pemecah gelombang di Dusun Rejodadi itu sesuai dengan perencanaan. Hal ini mengacu pada hasil jaring aspirasi masyarakat khususnya masyarakat nelayan.

“Yang jadi masalah pembangunan penangkis gelombang itu melingkar dan di ujung utara ada pintu keluar masuk perahu. Tahap awal melalui dana desa dibangun diatas tanah milik nelayan sebelah timur. Kebetulan berbatasan dengan kepunyaan warga kami,” terangnya.

Agar tidak terkesan bangunan itu menyatu dengan proyek desa, ungkap Amudi meminta warga tersebut untuk membuat tanggul tersendiri sebagai pemisah. Dan, mulai kemarin sampai sekarang sedang proses pembuatan tanggul baru untuk pemisah atau kepemilikannya.

“Supaya jelas batas kepemilikanya. Juga agak tidak ada salah tafsir penilaian masyarakat,” tambah Amudi. (yud/rof)

Most Read

Berita Terbaru