GRESIK – Buang-buang anggaran. Mungkin itu kata yang pantas disematkan saat melihat 11 mesin parkir elektronik yang tak terpakai. Salah satunya mesin e-parkir di Jalan Samanhudi (pasar Gresik) yang tidak digunakan oleh para juru parkir (jukir).
Pantauan di lapangan, program parkir elektronik menelan anggaran Rp 5 miliar dari APBD 2018 itu tidak berjalan optimal karena jukir memilih menarik langsung retribusi parkir dari pengendara. Padahal 11 mesin parkir elektronik tidak rusak.
Sekretaris Komisi III DPRD Gresik, Abdullah Hamdi menyanyangkan hal tersebut. Saat inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi parkir area Pasar Gresik Kota, Jumat (6/8), Hamdi justru menemukan banyak jukir yang tidak memiliki karcis namun melakukan pernarikan retribusi pada pengendara. “Sistem perparkiran di Gresik hari ini amburadul,” tegas Hamdi disela-sela sidaknya di pasar Gresik. Menurutnya, dalam perubahan anggaran keuangan (PAK), Dinas Perhubungan menarget retribusi parkir Rp 7 miliar. Pihaknya optimis target tersebut bisa direalisasikan namun hingga semester I/2021 realisasinya meleset.
Salah satu penyebabnya, tidak optimalnya mesin parkir elektronik. “Di samping itu, Perda tentang Retribusi Parkir yang belum juga disahkan menjadi salah satu penyebab utama. Inovasi pemerintah di bidang teknologi dan sistem informasi digital perlu dievaluasi. Tujuannya, OPD penghasil bisa lebih memaksimalkan potensi pendapatan daerah,” ungkapnya.
Pada kesempatan sama, Hariyanto, seorang juru parkir mengaku bahwa mesin parkir elektronik sempat berfungsi selama 6 bulan pada 2019 lalu. Kemudian mati hingga sekarang. “Biasanya setiap hari setor Rp 300 ribu kepada koodinator parkir. Tergantung pendapatan. Saya dapat 40 persen dari total pendapatan harian. Kalau rame ya banyak,” terangnya. (fir/han)