GRESIK – Sejumlah petani garam di Desa Sukomulyo Kecamatan Manyar, Gresik kini tengah resah dengan semakin banyaknya garam impor yang beredar di Kabupaten Gresik. Bahkan beberapa perusahaan yang biasanya menjadi pasar utama garam rakyat di Kabupaten Gresik lebih memilih produk impor ketimbang membeli produk lokal.
Pengurus Asosiasi Persatuan Petani Garam Kabupaten Gresik, Suri menuturkan, dia merasakan derita petani garam pantura yang ada di Desa Sukomulyo dan Desa Roomo, Kecamatan Manyar, Gresik. Memasuki masa panen raya harga garam anjlok.
“Saat ini harga di petani garam berkisar Rp 250 hingg Rp 300 per kg. Padahal satu kilo bisa diatas Rp 500 bahkan Rp 800,” kata Suri. Akibat harga murah banyak petani yang terpaksa mogok kerja, lahannya tidak digarap. Petani garam terpaksa menelan pil pahit dari pemerintah akibat import berlebihan. Jika kran impor tetap dibuka, maka hilang harapan petani untuk mendapat harga yang layak. “Harga yang layak menurut perhitungan petani Rp 700 – Rp 800 per kg. Dengan harga segitu petani masih sepadan dengan kerjaannya. Belum lagi jika harga murah seperti ini banyak anak-anak bangsa dari petani menunda untuk sekolah karena biaya,” imbuhnya.
Dengan kondisi itu, Suri menilai pemerintah gagal dalam mengeluarkan kebijakan sehingga dampaknya sangat besar terhadap petani garam lokal. “Jika alasan pemerintah adalah kualitas garam lokal rendah, harusnya dari pemerintah menyediakan pelatihan agar petani lokal dapat menghasilkan garam berkualitas tinggi,” tuturnya. Suri berharap, kepada pemerintah untuk dapat menekan kran import dan pemerintah perlu adanya inovasi dan konsistensi dalam meningkatkan kualitas garam yang dihasilkan. (fir/han)