GRESIK- Kementrian Perindustrian (Kemenperin RI) mengunjungi industri kecil menengah atau IKM di Gresik Selatan yang memproduksi porang menjadi tepung porang. Kunjungan dilakukan untuk terus melakukan pendampingan setelah produk mereka berhasil ekspor.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktorat Jendral Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA), Kemenperin RI, Reni Yanita mengatakan porang merupakan komoditas ekspor yang saat ini sangat potensial dikembangkan.
Umbi porang mengandung glukomanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi berfungsi sebagai bahan baku berbagai macam industri. Hal ini membuat porang sangat diminati oleh pasar luar negeri.
“Kelebihan tepung porang ini karena harga jual lebih tinggi daripada umbi mentah porang,” ujarnya, Rabu (20/10).
Diungkapkan Reni permintaan tepung porang di pasar luar negeri ini sangat tinggi karena tak hanya digunakan dalam industri pangan, melainkan juga untuk kebutuhan industri kosmetik serta bahan kimia obat-obatan.
Meski begitu, masih ada sejumlah tantangan dalam industri ini yakni penawaean dan permintaan porang dari petani. Dia berharap kedepan, produktivitas porang bisa meningkat sehingga bisa memenuhi kebutuhan industri.
“Memang tantanganya ya di supply and demand, tapi kalau berbasis pertanian petani kami terus edukasi peningkatan produktivitas porang sehingga suplay ke industri lancar, tentu ini harus kolaborasi,” terangnya.
Permintaan global terhadap produk turunan umbi porang sangat tinggi dengan pertumbuhan mencapai 23,35 persen. Adapun tiga besar negara tujuan ekspor porang, yaitu RRT, Thailand dan Malaysia, tambah Reni.
Kemenperin, kata dia terus melakukan pembinaan dalam rangka mempercepat pengembangan IKM chip porang dan tepung porang, diantaranya melalui pemanfaatan Dana Alokasi Khusus untuk pembangunan dan revitalisasi sentra IKM.
“Tentu dengan pengembangan sentra IKM melalui klaster komoditi ekspor dengan basis pemberdayaan masyarakat bekerjasama dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI),” ujarnya.
Selain itu, ada pula program restrukturisasi mesin dan peralatan, sertifikasi Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP), program Indonesia Food Innovation (IFI) untuk mendorong pengembangan produk turunan porang, link and match dan peningkatan pasar dalam negeri maupun ekspor melalui pendampingan digital.
Sementara itu, Direktur PT Hayumi Agro Indonesia Halim Wibowo mengatakan, dirinya sebelum produksi porang berbentuk chip lalu diekspor. Namun, untuk kali ini dia mendapat pemdampingan agar memproduksi porang dijadikan tepung.
Bahan baku porang tersebut, kata dia diperoleh dengan melakukan budidaya porang di Desa Klangon, Kabupaten Madiun serta mendapatkan dari suplai petani di wilayah tersebut.
“Kami kirim sebulan 60 ton. Harga porang dari petani 5 ribu sampai 6 ribu per kilogram bentuk umbi. Tentu tepung porang ini harganya lebih tinggi,” ungkapnya. (yud/rof)