26 C
Gresik
Thursday, 1 June 2023

Desa Mangrove Binaan PGN SAKA Dipilih BMKG Jadi Sekolah Lapang Cuaca

GRESIK – Upaya pembinaan dan pendampingan yang dilakukan PGN Saka pada Desa Banyuurip, Kecamatan Ujungpangkah perlahan mulai mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Tidak terkecuali Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Provinsi Jawa Timur.

Wujud dari pengakuan tersebut salah satunya menjadikan Desa Mangrove Banyu Urip Mangrove sebagai pusat pendidikan atau Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) Operasional Jawa Timur.

Kepala BMKG RI, Dwikorita Karnawati, mengatakan SLCN merupakan program yang sangat penting bagi nelayan. Sebab, dalam program ini terdapat pembekalan informasi dan pengetahuan terkait cuaca.

“Pada kegiatan ini nelayan juga kami latih untuh mahir dalam penggunaan aplikasi maupun website BMKG. Tujuannya agar mengetahui update kondisi cuaca dan kemaritiman dari berbagai titik secara realtime. Hal ini juga sekaligus mejadi navigasi nelayan saat berada di laut,” kata Dwi.

Tidak hanya memberikan pelatihan cuaca saja, lanjutnya, pada kegiatan ini pula nelayan diajari cara pembudidayaan tanaman mangrove. Sebab, tanaman ini memiliki banyak manfaat salah satunya dapat menyerap berbagai zat karbon.

“Semoga apa yang kami sampaikan pada hari ini dapat bermanfaat sekaligus bisa menjadi sarana edukasi kepada nelayan yang lain ,” imbuhnya.

Di tempat sama, Ketua Kelompok Pelestari Mangrove dan Lingkungan Banyuurip (KPMLB), Abdul Mughni merasa bangga Desa Banyuurip dijadikan sebagai tempat Sekolah Lapang Cuaca oleh BMKG. Dia menuturkan, upaya penataan sekaligus pengelolaan mangrove Banyuurip sebagai pusat pembibitan tanaman mangrove tidak lepas dari PGN Saka.

“Lewat pendampingan dan pembinaan yang intensif dari PGN SAKA kepada kelompok lingkungan dari nelayan akhirnya kami saat bisa memiliki pusat pembibitan mangrove, sekaligus area konservasi pesisir dan edukasi,” kata Abdul Mughni.

Dia menuturkan, selama mendapatkan pendampingan dari PGN Saka pihaknya difasilitasi untuk belajar budidaya mangrove dan konservasi lingkungan pesisir. Berbekal dari hal itu BMKG kemudian menunjuk KPMLB untuk menyelenggarakan sekolah lapang cuaca.

“Banyak dampak yang dirasakan nelayan saat ini. Mulai dari lingkungan nelayan yang dulunya kumuh sekarang menjadi lokasi ekowisata, abrasi semakin berkurang dan nelayan juga mendapatkan tangkapan kepiting yang lebih besar dari sebelumnya. Hingga yang paling baru kami bisa menciptaka biodiversity mangrove di lokasi pembibitan,” terangnya.

Pada bagian lain, penanggung jawab CSR PGN SAKA, Endro Probo menuturkan adanya kegiatan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan dan Penanaman Bibit Mangrove yang dilaksanakan BMKG di Banyuurip menunjukkan pengakuan dari pihak luar atas keberadaan pusat pembibitan mangrove di Banyuurip.

“PGN SAKA senantiasa berkomitmen memberikan dampak positif kepada masyarakat sekitar melalui program lingkungan, harapannya seluruh elemen masyarakat khususnya nelayan bisa memahami pentingnya menjaga lingkungan,” kata Endro.

Dia berharap ke depan agar seluruh nelayan bersama-sama menjaga mangrove karena mangrove juga menjadi salah satu yang berpengaruh terhadap kondisi cuaca dan iklim.

“Mangrove merupakan salah satu tumbuhan yang mampu menyerap karbon dalam jumlah yang besar, sehingga semakin lestari kawasan mangrove akan berpengaruh terhadap iklim di darat dan laut oleh sebab itu mari kita jaga bersama,” pungkasnya.

Pada kegiatan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) tersebut juga dilakukan kegiatan penanaman bibit mangrove secara simbolis di lokasi pembibitan mangrove Kelompok Pelestari Mangrove dan Lingkungan (KPMLB) Desa Banyuurip oleh Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Kepala Dinas Perikanan, Kepala BPBD Gresik serta perwakilan pejabat Pemerintah Kabupaten Gresik.

Sementara itu, keberadaan pusat pembibitan mangrove Banyuurip ada sejak tahun 2014 dikarenakan adanya kesadaran akan pentingnya konservasi mangrove untuk menahan proses abrasi pantai. Gagasan untuk pengembangan konservasi mangrove dimulai dari permasalahan sejak tahun 2007 adanya abrasi di pesisir Desa Banyuurip sekitar 300 meter. Selain itu, daerah ini merupakan lokasi aktivitas nelayan yang tergolong gersang dan kumuh. (fir/rof)

GRESIK – Upaya pembinaan dan pendampingan yang dilakukan PGN Saka pada Desa Banyuurip, Kecamatan Ujungpangkah perlahan mulai mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Tidak terkecuali Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Provinsi Jawa Timur.

Wujud dari pengakuan tersebut salah satunya menjadikan Desa Mangrove Banyu Urip Mangrove sebagai pusat pendidikan atau Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) Operasional Jawa Timur.

Kepala BMKG RI, Dwikorita Karnawati, mengatakan SLCN merupakan program yang sangat penting bagi nelayan. Sebab, dalam program ini terdapat pembekalan informasi dan pengetahuan terkait cuaca.

-

“Pada kegiatan ini nelayan juga kami latih untuh mahir dalam penggunaan aplikasi maupun website BMKG. Tujuannya agar mengetahui update kondisi cuaca dan kemaritiman dari berbagai titik secara realtime. Hal ini juga sekaligus mejadi navigasi nelayan saat berada di laut,” kata Dwi.

Tidak hanya memberikan pelatihan cuaca saja, lanjutnya, pada kegiatan ini pula nelayan diajari cara pembudidayaan tanaman mangrove. Sebab, tanaman ini memiliki banyak manfaat salah satunya dapat menyerap berbagai zat karbon.

“Semoga apa yang kami sampaikan pada hari ini dapat bermanfaat sekaligus bisa menjadi sarana edukasi kepada nelayan yang lain ,” imbuhnya.

Di tempat sama, Ketua Kelompok Pelestari Mangrove dan Lingkungan Banyuurip (KPMLB), Abdul Mughni merasa bangga Desa Banyuurip dijadikan sebagai tempat Sekolah Lapang Cuaca oleh BMKG. Dia menuturkan, upaya penataan sekaligus pengelolaan mangrove Banyuurip sebagai pusat pembibitan tanaman mangrove tidak lepas dari PGN Saka.

“Lewat pendampingan dan pembinaan yang intensif dari PGN SAKA kepada kelompok lingkungan dari nelayan akhirnya kami saat bisa memiliki pusat pembibitan mangrove, sekaligus area konservasi pesisir dan edukasi,” kata Abdul Mughni.

Dia menuturkan, selama mendapatkan pendampingan dari PGN Saka pihaknya difasilitasi untuk belajar budidaya mangrove dan konservasi lingkungan pesisir. Berbekal dari hal itu BMKG kemudian menunjuk KPMLB untuk menyelenggarakan sekolah lapang cuaca.

“Banyak dampak yang dirasakan nelayan saat ini. Mulai dari lingkungan nelayan yang dulunya kumuh sekarang menjadi lokasi ekowisata, abrasi semakin berkurang dan nelayan juga mendapatkan tangkapan kepiting yang lebih besar dari sebelumnya. Hingga yang paling baru kami bisa menciptaka biodiversity mangrove di lokasi pembibitan,” terangnya.

Pada bagian lain, penanggung jawab CSR PGN SAKA, Endro Probo menuturkan adanya kegiatan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan dan Penanaman Bibit Mangrove yang dilaksanakan BMKG di Banyuurip menunjukkan pengakuan dari pihak luar atas keberadaan pusat pembibitan mangrove di Banyuurip.

“PGN SAKA senantiasa berkomitmen memberikan dampak positif kepada masyarakat sekitar melalui program lingkungan, harapannya seluruh elemen masyarakat khususnya nelayan bisa memahami pentingnya menjaga lingkungan,” kata Endro.

Dia berharap ke depan agar seluruh nelayan bersama-sama menjaga mangrove karena mangrove juga menjadi salah satu yang berpengaruh terhadap kondisi cuaca dan iklim.

“Mangrove merupakan salah satu tumbuhan yang mampu menyerap karbon dalam jumlah yang besar, sehingga semakin lestari kawasan mangrove akan berpengaruh terhadap iklim di darat dan laut oleh sebab itu mari kita jaga bersama,” pungkasnya.

Pada kegiatan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) tersebut juga dilakukan kegiatan penanaman bibit mangrove secara simbolis di lokasi pembibitan mangrove Kelompok Pelestari Mangrove dan Lingkungan (KPMLB) Desa Banyuurip oleh Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Kepala Dinas Perikanan, Kepala BPBD Gresik serta perwakilan pejabat Pemerintah Kabupaten Gresik.

Sementara itu, keberadaan pusat pembibitan mangrove Banyuurip ada sejak tahun 2014 dikarenakan adanya kesadaran akan pentingnya konservasi mangrove untuk menahan proses abrasi pantai. Gagasan untuk pengembangan konservasi mangrove dimulai dari permasalahan sejak tahun 2007 adanya abrasi di pesisir Desa Banyuurip sekitar 300 meter. Selain itu, daerah ini merupakan lokasi aktivitas nelayan yang tergolong gersang dan kumuh. (fir/rof)

Most Read

Berita Terbaru